Pages

Tuesday, November 17, 2015

Anak jalanan berhak mendapat Hak Asasi Manusia yang sederajad

Hak Asasi Manusia (HAM) sering disebut sebagai human right, dan dipahami banyak orang secara keliru. HAM hanya diartikan secara sempit sebagai kebebasan. Padahal, HAM lebih luas daripada kebebasan atau bisa dibilang kebebasan itu hanya sebagian dari HAM. Secara teoritik HAM lebih mudah dipahami daripada dilakukan dalam perilaku. HAM dapat diartikan sebagai hak dasar yang dibawa manusia sejak dalam kandungan, sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, dan tidak dapat diganggu gugat atau dicabut oleh siapapun juga dan tanpa hak dasar itu manusia akan kehilangan harkat dan martabat kemanusiaannya sebagai manusia. Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 tahun 1999, dijelaskan pengertian hak asasi manusia (HAM) seperti dalam pasal 1 ayat (1), HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Hak Asasi Manusia (HAM) dimiliki oleh manusia semata – mata karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian negara. Maka HAM tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat lain, atau Negara lain. HAM diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diganggu gugat.Di Indonesia, HAM bersumber dan bermuara pada Pancasila. Bagi bangsa Indonesia, melaksanakan Hak Asasi Manusia bukan berarti melaksanakan dengan sebebas-bebasnya, melainkan harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam pandangan hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. HAM juga diatur oleh peraturan Perundangan-undangan yang dibuat oleh pemerintah Indonesia, antara lain Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Undang-Undang Nomor 11 tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economis Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya) dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenan Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik) serta telah diratifikasinya berbagai instrumen HAM internasional lain.

Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (2005: 5), anak jalanan adalah anak yang mengabiskan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari di jalanan, baik untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalan dan tempat umum lainnya. Anak jalanan memiliki ciri-ciri yaitu berusia 5 hingga 18 tahun, melakukan kegiatan atau berkeliaran di jalanan, penampilannya kebanyakan kusam dan pakaian tidak terurus, mobilitasnya tinggi.

  Bedasarkan hasil kajian di lapangan oleh Subakti dkk. (1997:59) yang dikutip oleh Dwi Astuti, anak jalanan dibedakan dalam 3 kelompok, yaitu:
1.    Children on the street, yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak di jalan, tetapi masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orang tua mereka. Sebagian penghasilan mereka dijalankan pada kategori ini adalah untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena beban atau tekanan kemiskinan yang mesti ditanggung tidak dapat diselesaikan sendiri oleh kedua orang tuanya.
2.    Children of the street, yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh di jalanan, baik secara sosial maupun ekonomi. Beberapa diantara mereka masih mempunyai hubungan dengan orang tuanya, tetapi frekuensi pertemuan mereka tidak menentu. Banyak diantara mereka adalah anak-anak yang karena suatu sebab lari atau pergi dari rumah. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak-anak pada kategori ini sangat rawan terhadap perlakuan salah, baik secara sosial, emosional, fisik maupun seksual.
3.    Children from families of the street, yakni anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan. Meskipun anak-anak ini mempunyai hubungan kekeluargaan yang cukup kuat, tetapi hidup mereka terombang-ambing dari satu tempat ke tempat lain dengan segala risikonya. Salah satu ciri penting dari kategori ini adalah pemampangan kehidupan jalanan sejak anak masih bayi, bahkan sejak anak masih dalam kandungan. Di Indonesia kategori ini dengan mudah dapat ditemui di berbagai kolong jembatan, rumah-rumah liar sepanjang rel kereta api dan pinggiran sungai, walau secara kuantitatif jumlahnya belum diketahui secara pasti.Berdasarkan pada pasal 34 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Penyelenggaraan program wajib belajar pendidikan dasar merupakan bagian dari kebijakan pendidikan di Indonesia dalam mencapai pendidikan untuk semua (education for all).
Seperti yang tercantum pada Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 2008 pasal 2  mengenai fungsi dan tujuan wajib belajar, yaitu:
1.        Wajib belajar berfungsi mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara Indonesia.
2.        Wajib belajar bertujuan memberikan pendidikan minimal bagi warga negara Indonesia untuk dapat mengembangkan potensi dirinya agar dapat hidup mandiri di dalam masyarakat atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
 
Sudah banyak kota-kota di Indonesia yang mencanangkan wajib belajar 12 tahun. Sekolah gratis, seharusnya mereka mendapatkan fasilitas yang sama di  sekolah. Tetapi kembali lagi ke anak jalanan itu sendiri dan orang tuanya, banyak orang tua mereka yang tidak menginginkan anaknya untuk melanjutkan sekolah dikarenakan tidak mampu membeli peralatan sekolah padahal buku yang dipakai adalah gratis karena mendapat pinjaman dari perpustakaan sekolah. Sungguh miris dengan hal ini. Bagaimana Indonesia mau maju jika fungsioner mudanya sendiri tidak berjuang untuk kelayakan mereka menuntut ilmu. Banyak program beasiswa yang dicanangkan oleh institusi, maupun pemerintah pusat atau daerah, dan program bidik misi yang bisa dimanfaatkan. Saya harap kesejahteraan masyarakan akan pendidikan mulai diperhatikan lagi oleh seluruh warga Indonesia, bukan hanya pemerintah. Karena kalau bukan kitanya sendiri yang mendorong lingkungan untuk menjadi lebih baik, kenapa tidak?

No comments:

Post a Comment