Pages

Tuesday, November 17, 2015

Anak jalanan berhak mendapat Hak Asasi Manusia yang sederajad

Hak Asasi Manusia (HAM) sering disebut sebagai human right, dan dipahami banyak orang secara keliru. HAM hanya diartikan secara sempit sebagai kebebasan. Padahal, HAM lebih luas daripada kebebasan atau bisa dibilang kebebasan itu hanya sebagian dari HAM. Secara teoritik HAM lebih mudah dipahami daripada dilakukan dalam perilaku. HAM dapat diartikan sebagai hak dasar yang dibawa manusia sejak dalam kandungan, sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, dan tidak dapat diganggu gugat atau dicabut oleh siapapun juga dan tanpa hak dasar itu manusia akan kehilangan harkat dan martabat kemanusiaannya sebagai manusia. Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 tahun 1999, dijelaskan pengertian hak asasi manusia (HAM) seperti dalam pasal 1 ayat (1), HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Hak Asasi Manusia (HAM) dimiliki oleh manusia semata – mata karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian negara. Maka HAM tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat lain, atau Negara lain. HAM diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diganggu gugat.Di Indonesia, HAM bersumber dan bermuara pada Pancasila. Bagi bangsa Indonesia, melaksanakan Hak Asasi Manusia bukan berarti melaksanakan dengan sebebas-bebasnya, melainkan harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam pandangan hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. HAM juga diatur oleh peraturan Perundangan-undangan yang dibuat oleh pemerintah Indonesia, antara lain Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Undang-Undang Nomor 11 tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economis Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya) dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenan Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik) serta telah diratifikasinya berbagai instrumen HAM internasional lain.

Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (2005: 5), anak jalanan adalah anak yang mengabiskan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari di jalanan, baik untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalan dan tempat umum lainnya. Anak jalanan memiliki ciri-ciri yaitu berusia 5 hingga 18 tahun, melakukan kegiatan atau berkeliaran di jalanan, penampilannya kebanyakan kusam dan pakaian tidak terurus, mobilitasnya tinggi.

  Bedasarkan hasil kajian di lapangan oleh Subakti dkk. (1997:59) yang dikutip oleh Dwi Astuti, anak jalanan dibedakan dalam 3 kelompok, yaitu:
1.    Children on the street, yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak di jalan, tetapi masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orang tua mereka. Sebagian penghasilan mereka dijalankan pada kategori ini adalah untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena beban atau tekanan kemiskinan yang mesti ditanggung tidak dapat diselesaikan sendiri oleh kedua orang tuanya.
2.    Children of the street, yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh di jalanan, baik secara sosial maupun ekonomi. Beberapa diantara mereka masih mempunyai hubungan dengan orang tuanya, tetapi frekuensi pertemuan mereka tidak menentu. Banyak diantara mereka adalah anak-anak yang karena suatu sebab lari atau pergi dari rumah. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak-anak pada kategori ini sangat rawan terhadap perlakuan salah, baik secara sosial, emosional, fisik maupun seksual.
3.    Children from families of the street, yakni anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan. Meskipun anak-anak ini mempunyai hubungan kekeluargaan yang cukup kuat, tetapi hidup mereka terombang-ambing dari satu tempat ke tempat lain dengan segala risikonya. Salah satu ciri penting dari kategori ini adalah pemampangan kehidupan jalanan sejak anak masih bayi, bahkan sejak anak masih dalam kandungan. Di Indonesia kategori ini dengan mudah dapat ditemui di berbagai kolong jembatan, rumah-rumah liar sepanjang rel kereta api dan pinggiran sungai, walau secara kuantitatif jumlahnya belum diketahui secara pasti.Berdasarkan pada pasal 34 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Penyelenggaraan program wajib belajar pendidikan dasar merupakan bagian dari kebijakan pendidikan di Indonesia dalam mencapai pendidikan untuk semua (education for all).
Seperti yang tercantum pada Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 2008 pasal 2  mengenai fungsi dan tujuan wajib belajar, yaitu:
1.        Wajib belajar berfungsi mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara Indonesia.
2.        Wajib belajar bertujuan memberikan pendidikan minimal bagi warga negara Indonesia untuk dapat mengembangkan potensi dirinya agar dapat hidup mandiri di dalam masyarakat atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
 
Sudah banyak kota-kota di Indonesia yang mencanangkan wajib belajar 12 tahun. Sekolah gratis, seharusnya mereka mendapatkan fasilitas yang sama di  sekolah. Tetapi kembali lagi ke anak jalanan itu sendiri dan orang tuanya, banyak orang tua mereka yang tidak menginginkan anaknya untuk melanjutkan sekolah dikarenakan tidak mampu membeli peralatan sekolah padahal buku yang dipakai adalah gratis karena mendapat pinjaman dari perpustakaan sekolah. Sungguh miris dengan hal ini. Bagaimana Indonesia mau maju jika fungsioner mudanya sendiri tidak berjuang untuk kelayakan mereka menuntut ilmu. Banyak program beasiswa yang dicanangkan oleh institusi, maupun pemerintah pusat atau daerah, dan program bidik misi yang bisa dimanfaatkan. Saya harap kesejahteraan masyarakan akan pendidikan mulai diperhatikan lagi oleh seluruh warga Indonesia, bukan hanya pemerintah. Karena kalau bukan kitanya sendiri yang mendorong lingkungan untuk menjadi lebih baik, kenapa tidak?

Sunday, June 29, 2014

Siluet Hitam



                 
                Gaun coklat ini baru ku beli tadi malam, dengan blazer peach pucat pasi yang aku sendiri agak gak nyaman dengan penampilanku sekarang, ditambah high heels yang aku pinjam dari sahabatku sendiri, make up pun seadanya, aku gak tau caranya make up, aku gak tau warna yang cocok seperti apa, entahlah.
                Dari kejauhan aku melihat seseorang dengan setelan hitam berjas rapi, dengan kilauan binar cahaya remang, warna putih kebiruan. Malam yang indah, terpampang wajah bersahaja dari pelupuk matanya, dagunya yang runcing, dengan warna kulit sawo matang, semampai dengan badannya yang semakin kurus, dia tetap menarik. “stary night” begitulah tulisan yang terpampang didepan hotel dimana acara prom night sekolah itu berlangsung.
aku jadi teringat. . .
                bagaimana cara dia memanggil namaku, dengan nada khas bicaranya yang lembut, dengan gaya sipuan malunya, cara ia memandang, begitu terarah saat ia memerhatikan lawan bicaranya, aku semakin yakin bahwa kita bisa bersama di suatu saat, mimpiku pasti akan tewujud, aku suka gaya bicaranya walaupun aku tak pernah bicara sebatas tiga menit bersamanya.  Aku suka cara ia menanggapi semua sahabatnya, seolah tawanya selalu teriring rapi disana, diwajahnya selalu tampak kebahagiaan walaupun tak semua orang tahu ia memiliki sesuatu yang tersembunyi dihatinya, aku yakin bahwa akulah orangnya.
                Iringan piano pun berdenting dengan lembut dibawah jari seorang pianist, sahabatku sendiri. Dengan rambut hitamnya yang panjang, gaun hitam elegan dan dengan wajahnya yang cantik. Seirama dengan tema prom night kali ini, harmonisasi yang indah.
                Kamu gak pernah tahu caranya berlari yang baik, kamu terlalu banyak menyimpan rahasia. Kamu gak pernah tahu bagaimana menyimpan sesuatu yang sudah membeku lama. Kamu gak pernah tahu bagaimana air terus mengalir jika semakin deras guyuran hujan diatasnya, jika semakin kelam awan yang bergerak. Kamu gak pernah tahu iringan merdu gitar diseberang sana. Kamu terlalu tersembunyi, dari sekian banyaknya orang mengapa harus aku yang tahu, mengapa aku yang harus mengerti. Mungkin hanya aku yang sadar seberapa pantas kamu untuk merasakan cinta. Aku bukan peramal, aku bukan malaikat yang tahu segalanya. Tapi aku punya firasat, aku bisa membaca apapun dari ujung matamu yang tajam, aku bisa melihatmu walaupun hanya sekilas, dari kejauhan. Bayangan itu, dalam jas hitam disana, kemarilah.
                Gemuruh tepukan tangan membangunkanku dari lamunan tadi, iringan piano pun sekejab berhenti, tak tahu waktuku membayangkannya dari kejauhan tadi. Senyum, tawa, sangat bahagia terpancar indah dari wajahnya kini.
Perlahan sahabatku menghampiriku, terlihat kerutan alisnya yang penuh keheranan…

“dari tadi kamu lihat apaan sih? Serius banget”
“eh cooooy lo best rangernya piano deh beneran sumpaaah! Setdah tadi aku kaget, gemuruh banget tepukan tangan buat lo coyyy! Hebat gilaaa haha. ”
“haaah percuma ngomong sama penulis, muka kaya tulisan, nanya abc dijawab huruf hijaiyyah macam lo gini nih, orang penuh rahasia udah kaya amoeba kalo bisa membelah diri ya tebelah sudah lo itu pikiran macam kecebong yang sedang mencari-cari air, tuh badan juga makin kurus macam ultramen yang sedang menyerang Godzilla di hirosima! ”
“seeetdah haha yu no mi so well banget sih sinih siniih siniiiih aaaaa ILY ILY ILY! {}”
“idih apaansih gausah meluk-meluk segala lebay dasar ultramen diserang Godzilla!”
“haha lo tuh macam sinchan yang …….. apaan ya @#@$##@% -,,- ”
“haha udahdeh gausah ngelucu, lo tuh seriusan, ga cocok ngelucu haha ultramennn, yaudah ceritain gih tadi lo ngelamunin apaan?”
“bentar, mau minum jus jeruk dulu nih mau ngesastra haha”
“sastra lagi? Baku lagi? Oke, lo orang seriusan emang, aku tau oke sekarang aku masuk dalam dunia lo yang aku aja ga pernah ngerti, okeh lah sokk lah sok”
“jadi begini, aku melihat bayangan, siluet. ”
 “siluet? Kamu jangan bermimpi”
“aku memang selalu bermimpi tanpa kamu melarangnya”
“kamu bicara apa?”
“apa kamu pernah merasakan, saat kamu menginginkan seseorang tapi kamu hanya bisa meraihnya sebatas kemampuanmu, mungkin dari tingginya monas kamu hanya bisa keatasnya dua meter saja, sangat jauh dari puncak emasnya dan kamu tak bisa apa-apa, kamu seperti gak ada, kamu sekarang lenyap”
“kamu terlalu konkrit dengan pemikiranmu, apa kamu mau hidupmu terus-terusan seperti ini? Kamu hanya melihat bayangan”
“aku bukannya terlalu konkrit, aku bukan hanya melihat bayangan. Aku membaca dan merasakan, aku bisa baca pikirannya, aku yakin”
“kamu tahu? Semakin gila aku mendengar penjelasanmu yang gak masuk akal, heeey kapan kamu sadarnya, aku gak ngerti apa yang kamu maksud dari semua cerita yang kamu agung-agungkan itu. Kamu gila.”
“mungkin memang benar, dari segelintir orang hanya aku yang tahu, hanya aku yang bisa merasakan. Apa ini terlalu tinggi? Hanya saja.. aku bukan apa-apa dibanding teman-temannya, aku juga bukan apa-apa dibandingkan kamu yang bisa segalanya, semua orang gak perlu tahu, cukup aku.”
“kamu gak tahu kan ke mana arah mata angin melintang saat timur beranjak jadi barat, dan barat berubah di timur?”
“itu kiamat. aku memang gak tahu karena aku bukan angin yang bebas berhembus kemanapun ia mau, ibarat kompas mungkin akulah jarumnya, saat kompas memutar balikkan arahnya, aku yang seharusnya mengarahkan kemana arah yang sebenarnya, tapi aku semu, aku hilang, aku diam di tempat, mungkin jarum itu bisa patah, mungkin jarum itu tak ada gunanya dibanding keempat arah mata angin kini. Aku tersendat dalam keheningan, aku terpukul akan diam. Dan dari ke empat arah mata angin, mungkin aku sudah ditertawakannya. Aku mengerti apa yang kamu maksud.”
“sekarang? Kamu tahu kan kamu harus apa?”
“mungkin bukan sekarang, entahlah sampai barat berubah jadi timur aku akan tetap seperti ini, aku yakin.. suatu saat hal ini akan berubah seiring jalannya waktu, tak perlu khawatir, aku kuat. Aku akan merubah jarum itu agar runcingannya tak patah, aku yakin. Dan siluet itu . . . pasti tak akan pernah berhenti di tempat, siluet itu seperti angin, ia akan pergi ke mana ia mau, tapi aku akan tetap menjadi jarum yang selalu mengarahkannya.”
                Dari banyaknya kisah yang aku tuliskan dibukuku dan dari yang kesekian lembarnya, aku berhenti untuk menuliskan fairytale itu, aku sadar, diaryku ga akan bisa bicara, ia gak sanggup menuai kata-kata yang bisa aku lunakkan, dia gak secerdas Einstein, dia gak sesempurna ratu Diana, dia juga bukan ibu yang mengerti bagaimana perasaanku, seolah aku berfikir bahwa aku harus mencoba keluar dari garis ini, aku masih bisa bermimpi, dari sebanyak mimpi yang aku tuliskan di bukuku, kamulah satu-satunya alasan mengapa aku tetap seperti ini, tenang… aku gak pernah berubah.

Dear diary.
balikpapan, 6/6/2013

….……… dan untuk bersamaku, kamu tak perlu bermimpi.

Sepertinya dalam hidupmu banyak kejadian yang terlewatkan

Salah satu temanku mengatakan bahwa
“sepertinya dalam hidupmu banyak kejadian yang terlewatkan”
Satu kata tapi kalau bacanya aku merasa seperti ikan di akuarium yang malah mencari-cari air,  gimana sih rasanya, jadi gini nih umpamanya “aku ikan, aku ada di dalam akuarium yang besar disertai neon light yang cukup terang, aku hidup di air yang fresh, entah berapa liter air yang ada dalam akuarium yang bagus tersebut, aku hidup bersama dengan ikan-ikan lainnya, ikan-ikan lain merasa bebas kemana pun mereka berlari, mereka selalu senang dan mereka berkata   :
First fish: “you don’t have to be insecure of your life, we have the gold, we have this! This is our big aquarium and this is our way, just enjoy it coyy, the people gives us feed and we feel happy with that, we’re not in the trouble of another shark in the big sea city far out there, we are save already. don’t you feel the same?”
--And there’s an angel whispered me slowly, “Ikutilah arus yang bergerak, kemana pun takdir membawamu, apapun itu, just do what you have to do, you don’t have to be regret of everything, its just WASTE your time oh fish c’mon”
Second fish: “oh should i? should i feel what you feel? Should i feel THE SAME? Im not feel satisfied of this! Anymore.. i wanna see another water! I wanna meet the shark out there, im not scared of the shark, i can hide myself from the troubles of the shark, i wanna search my own feed without another hand of those people oh whatever their kindnesses -,,- , they feel the innocence and i hate them! i wanna go free out there! I wanna go to the sea! If i could turn back around the time i wanna running fast from the jails when it thrown down under the sea, i hate people!”
Jadi gini, balik lagi ke kalimat “sepertinya dalam hidupmu banyak kejadian yang terlewatkan” how do i feel that?
Jika ikan itu berada dalam laut yang besar, ikan itu dapat melangkah kemanapun ia mau, its called unlimited!
Jika ikan itu bebas dari jejaring buatan manusia, ikan itu tidak akan sampai ke akuarium yang ia tempati sekarang.
Jika ikan itu berusaha sekuat mungkin ia berlari, ia yakin bahwa sebenarnya ia bisa, tapi jejaring itu sangatlah kuat dan padat. Ikan itu terdiam dan akhirnya ia sampai dalam akuarium yang ia anggap seperti neraka teratas.

Itu hanya perumpamaan, jadi gini, banyak dari kita yang merasa puas akan SEKARANG, bukan berarti berbicara “aku puas akan hidupku” oh no! bukan seperti itu, dunia bukan menilai dari apa yang kamu katakan, but the world gives the applause of what you do! Banyak peristiwa dalam hidupKU yang seharusnya terjadi, but i feels like “oh it was a long time ago, when i remembered it im trying to forget it, when im trying to forget it, gaah its like turn around and dancing around my brain, i feels like “hey troubles? How are you easy easy crazy pretty pretty yes?! And they are laughing out out out out oooouuuuttt loud.
Its 2014! Aku ingin menulis beberapa hal terlewatkan yang seharusnya terjadi, wajar bagi kita buat menyesal tapi jika KAMU menjadi ikan, ikan mana yang kamu pilih? 1st fish or 2nd fish? Or both probably?
Ini karena aku selalu menunda-nunda waktu, 3 bulan aku anggap seperti 3 hari dan satu jam aku anggap seperti sedetik, memang benar quote disana yang berkata bahwa “waktu adalah uang” bagi THE MORNING PERSON pasti tau makna dari kalimat tersebut. Oh im not that person, im on my way trying to be a morning person, im so curious about my morning friends. Mungkin ini akibat dari orang yang sangat meremehkan waktunya sendiri, mungkin aku terlalu larut dalam duniaku sendiri, IF i could… gaah there’re so many “IF” on my mind.
Egois, selfish, afraid to say sorry, ashame to say thanks, and feels awkward when greeting ppl. I don’t even know HOW COULD THIS PERSON BORN IN THE WORLD? AND SHE IS UNCOMUNICATIVE. Oh ok its me, its my worthy and i hate this girl. Really. This girl is myself. Really.
Omg im sorry my English is really bad, im learning - - - -
Ok well, back to the topic. “banyak kejadian dihidupku yang terlewatkan” karena waktu, sifat, karakter, pola hidup, lingkungan, dan keadaan.

Waktu   :               kebiasaan meremehkan waktu itu buat kita jadi gak up to date sama lingkungan, oke lah dalam “dunia kitanya sendiri” kita mereasa up to date, tapi apakah orang lain berpikir apa yang kita pikirkan juga? Oke kembali lagi ke ikan tadi, 2nd fish said that “SHOULD I FEEL THE SAME?” sebenarnya bukan lingkungan yang merhatikan pikiran kita, disini kita menyebutkan lingkungan itu à teman, rumah, sekolah, guru, and the things of yours. Intinya kita yang harus memerhatikan lingkungan itu sendiri, and finally, it turns back to ourself, isn’t it? Ok just let the water flow and you follow your way ajalah ya, be a morning person and feel free and fresh! It would be amazing. (morning person? Aku bisa! Aminn) *aku menulis ini tapi akunya juga seperti ini tak apalah ya… hehe this is the motivation of myself, aku nulis buat dibaca sendiri, this is my wonderland  and its like im dancing around under the pouring rain!)

Sunday, June 2, 2013

Amanat Cerpen 'Malaikat Juga Tahu'


dua kata.
Sudut pandang :        penulis tidak mencantumkan nama, yang dicantumkan hanyalah kata pengganti orang pertama dan ketiga dalam tiap karakternya.
             
Sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama. dalam sudut pandang teknik ini, si “aku” mengisahkan berbagai peristiwa alami yang ada dalam kehidupannya, baik yang bersifat batiniah, dalam diri sendiri, maupun fisik. Si “aku” menjadi fokus pusat kesadaran dan pusat cerita.
Sudut pandang orang ketiga serbatahu. Cerita dikisahkan dari sudut “dia”, namun pengarang dapat menyangkutkan hal-hal apa saja yang terkait dalam tokoh “dia” tersebut. Ia mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan, termasuk motivasi yang melatarbelakanginya.
Amanat          :           Sempurna atau tidaknya kehidupan kita, tergantung manusianya sendiri menilainya, tergantung bagaimana ia berdedikasi terhadap lingkungan sekitarnya dan juga dalam keluarga. Kita harus mempunyai rasa kepekaan terhadap hak asasi manusia dan keadilan. Setiap orang tidak ada yang sempurna, seorang penyandang autisme pun mempunyai nilai cinta yang tinggi, cinta yang takkan pernah rapuh yang jarang dimiliki manusia normal pada umumnya.
            Kasih sayang ibu tidak ada batasnya, ia tidak pernah memilah mana anaknya yang berdedikasi dan tidak, membanding-bandingkan adalah sesuatu yang sangat dihindari di dunia ini, apalagi melebih-lebihkannya, maka kita harus bertindak adil pada setiap manusia dan harus memiliki rasa kepekaan sendiri terhadap suatu rasa. Kuatnya cinta siapa yang tahu? Siapa yang merasakan? Perihal kehidupanlah yang menjadi jawabannya. maka nilailah kehidupan anda masing-masing, polakanlah secara baik, sayangilah keluarga anda dimana pun anda berada.

RESENSI CERPEN MALAIKAT JUGA TAHU 'DEE'



            “ Tapi.... Bunda bukan malaikat yang bisa baca pikiran orang. Bunda tidak bisa bilang siapa yang lebih sayang sama saya. Tidak akan ada yang pernah tahu.” 
            Itulah salah satu petikan kalimat dalam cerpen berjudul Malaikat Juga Tahu dari buku kumpulan cerpen Rectoverso karya Dewi Lestari yang diterbitkan oleh Good Faith. Ibu dari dua orang anak ini lahir di Bandung pada tanggal 20 Januari 1976. Dewi Lestari yang memiliki nama pena Dee ini awalnya dikenal sebagai anggota triovokal Rida Sita Dewi. Kemudian setelah menerbitkan novel pertamanya di tahun 2001, Dee dikenal juga sebagai penulis. Dee sendiri dalam tiap cerita di novelnya yang berjudul Rectoverso ini tidak mencantumkan nama pada setiap karakter yang ia paparkan dalam setiap cerita, dee hanya menggunakan kata ganti orang pertama, kedua, dan ketiga.
            Cerpen yang bertemakan cinta dan kasih sayang ini mengajarkan manusia untuk belajar banyak dari peristiwa yang pahit dalam hidupnya, bukan dari yang manis-manis. Pada dasarnya cerpen ini mengandung unsur sosial, yakni terpancar pada karakter utamanya yaitu penyandang cacat mental (autis). Tergambar bahwa cinta tidak selalu dilukiskan oleh kata-kata manis, hatilah yang selalu menjadi penopang akan suatu rasa, entah sampai kapan perasaan itu terbalas. Faktor dari cerita ini dapat meningkatkan kepekaan para pembaca terhadap karya sastra, sehingga mereka tidak hanya menikmati bacaan saja akan tetapi mampu mencerna pemikiran-pemikiran dan maksud sesungguhnya yang disampaikan penulis sebagai bahan pembelajaran moral.
            Cerpen ini mengisahkan tentang kedekatan seorang penyandang autis yang dipanggil “Abang” dengan seorang gadis cantik yang kost dirumah ibunya yang biasa disebut bunda. Gadis tersebut dan abang sangatlah akrab, dalam kesehariannya gadis itu selalu bebas bercerita tentang masalah percintaannya yang banyak dan selalu gagal. Orang-orang disekeliling mereka sampai terheran-heran dengannya, Topik seperti apa yang ia bicarakan dengan penyandang autis seperti abang, gaya bicaranya saja tidak rasional dan cara ia menatap orang pun tidak bisa bertahan hingga lima detik. tetapi bagi gadis tersebut, abang mempunyai ciri khas tersendiri dalam merespon sesuatu dari lawan bicaranya. Rutinitas aneh yang dilakukan abang yaitu mencuci pakaian yang tiap harinya harus sesuai dengan warna yang ia tentukan, ia juga memiliki koleksi sabun dengan merek yang sama sebanyak 100 batang, tiap harinya ia selalu menghitung ke-100 sabunnya itu.
            “Mengubah rutinitas itu sama saja dengan menawar bumi agar berhenti mengedari matahari.”
            Bukannya tidak mungkin berkomunikasi wajar dengan Abang, hanya saja perlu kesabaran tingkat tinggi yang berbanding terbalik dengan ekspektasi. Dalam tubuh pria 38 tahun itu bersemayam mental anak 4 tahun, demikian menurut para ahli jiwa yang didatangi bunda. Sekalipun Abang pandai menghafal dan bermain angka, ia tidak bisa mengobrolkan makna. Dia hafal tahun, hari, jam bahkan menit dari banyak peristiwa. Dia menangkap nada dan memainkannya persis sama diatas piano, bahkan lebih sempurna. Namun dia tidak memahami mengapa orang-orang harus pergi bekerja dan mengapa mereka bercita-cita.
            Alur yang terpancarkan dalam cerpen ini sangatlah rapi, dimana seorang anak penyandang autis mengalami kisah unik dikehidupannya, dimana ia merasakan senang saat jatuh cinta, sedih, dan juga sekali-kali memberontak jika tidak ada gadis yang ia cintai disisinya. Cerpen ini juga mengusuk arti dari seorang ibu, tergambarkan dari kalimat yang dikatakan seorang ibu bahwa “Perempuan muda itu benar. Dirinya bukan malaikat yang tahu siapa lebih mencintai siapa dan untuk berapa lama. Tidak penting. Ia sudah tahu. Cintanya adalah paket air mata, keringat, dan dedikasi untuk merangkai jutaan hal kecil agar dunia ini menjadi tempat yang indah dan masuk akal bagi seseorang. Bukan baginya. Cintanya tak punya cukup waktu untuk dirinya sendiri.”
            Melukiskan bahwa cinta seorang ibu ke abang yang memiliki banyak kekurangan itu tidak ada taranya dibanding apapun, entah dari si gadis itu atau pun oleh seorang adiknya yang telah sukses sekarang. Kalimat-kalimat bernilai tinggi ini menandakan bahwa cinta ibu tak kenal batas, walaupun ibu itu telah mengalami berbagai pahitnya kehidupan, anak pertamanya telah meninggal dan ditinggal suami, akan tetapi kasih sayang seorang ibu ini untuk anaknya sangatlah besar, untuk seorang anak penyandang autis yang sangat mencintai seorang gadis yang telah dimiliki oleh adiknya sendiri.
            Pengisahan kisah ini sangat absurd oleh keseharian si abang dan artikulasinya dengan sang bunda, dengan cara bagaimana bunda merawatnya, membuatnya tenang, dan menjadi bagian penting dalam kehidupannya. Kelemahan dari cerpen ini yaitu sang penulis tidak mencantumkan nama dalam tiap karakter disetiap paragrafnya, akan tetapi nilai kehidupan, nilai emansipasi, dan nilai moral yang ada sangatlah kuat dan erat kaitannya. Setiap pembaca seperti dihanyutkan dalam delegasi tiap paragraf dan kutipan-kutipannya yang mempunyai tingkatan emosi tinggi. Penggambaran pada setiap karakter juga tersimpulkan dengan rapi dan jelas.
            Jika dibandingkan dengan novel-novel dee sebelumnya, cerpen ini sangatlah konkrit dengan nilai bahasa yang lebih mudah dipahami oleh semua kalangan. Pembaca juga pastinya dapat terinspirasi oleh alur majunya yang elegan dengan kisah kehidupan di tiap paragrafnya.
            Cerpen ini juga memiliki lagu yang diciptakan oleh sang penulisnya dengan judul yang sama, isi lagunya pun sangat konkrit dengan cerita yang ada di dalam cerpen tersebut. Selain itu, cerpen karya sastra dewi lestari ini juga telah diangkat dalam satu paket film yang berjudul Rectoverso.
            Cerita ini tidak kontras dengan tema cinta yang absurd pada satu tujuan saja, akan tetapi menggambarkan perubahan-perubahan mental psikis karakternya. Bahwa kemananya cinta pergi, walaupun setiap insan di dunia ini merasakannya, cinta tidak selalu berakhir pada akhir yang sempurna, setiap orang juga memiliki perihal lain atas tujuan hidupnya sendiri.
            Pesan ideologis dari cerpen ini yaitu dapat meningkatkan kepekaan setiap orang terhadap hak asasi manusia dan keadilan. Dengan adanya cerpen karya dewi lestari ini, diharapkan muncul perubahan paradigma berfikir dan cara pandang pembaca mengenai penyandang cacat mental, namun kesamaan hak dan keadilanlah yang menjadi landasannya.

CERPEN MALAIKAT JUGA TAHU. 'DEE'

             Malaikat juga Tahu            

Laki-laki itu terbaring diatas rumput, menatap bintang yang bersembulan dari carikan awan kelabu. Saat yang paling tepat untuk bermalam minggu di pekarangan.            Perempuan itu hafal rutinitas ketat yang berlaku disana. Laki-laki disebelahnya memangkas rumput setiap hari selasa, kamis, dan sabtu. Mencuci baju putih setiap senin, baju berwarna gelap hari rabu, baju berwarna sedang hari jumat. Menjerang air panas setiap hari pukul enam pagi untuk semua penghuni rumah. Menghitung koleksi sabun mandinya yang bermerek sama dan berjumlah genap seratus, setiap pagi dan sore.            Banyak orang yang bertanya-tanya tentang persahabatan mereka berdua. Orang-orang penasaran tentang topik obrolan mereka dan apa kegiatan perempuan itu selama berjam-jam disana. Sudah jadi pengetahuan umum bahwa ibu dari laki-laki itu, yang mereka sebut bunda,sangat pandai memasak. Rumah bunda yang besar dan memiliki banyak kamar adalah rumah kos paling legendaris. Bahkan ada ikatan alumni tak resmi dengan anggota ratusan, dipersatukan oleh kegilaan mereka pada masakan bunda. Setiap lebaran, bunda memasak layaknya katering pernikahan. Terlalu banyak mulut yang harus diberi makan. Namun jika Cuma akses tak terbatas atas masakan bunda yang jadi alasan persahabatan mereka berdua. Orang-orang tidak percaya.             Laki-laki itu yang biasa mereka panggil Abang, adalah makhluk paling dihindari di rumah bunda, nomor dua setelah sesudah blasteran Doberman yang galaknya diluar akal tapi untungnya sekarang sudah ompong dan buta. Abang tidak galak, tidak menggigit, tapi orang orang-orang sering dibuat habis akal jika berdekatan dengannya. Setiap pagi dia membangunkan seisi rumah itu dengan ketukannya di pintu dan secerek air panas untuk mandi. Dia menjemput baju-baju kotor dan bisa ngadat kalau disetorkan warna yang tidak sesuai dengan jadwal mencucinya. Sekalipun sanggup, bunda tidak bisa memasang pemanas air bertenaga listrik atau sel surya. Anaknya harus menjerang air. Secerek air panas dan mencuci baju sewarna adalah masalah eksistensial bagi Abang. Mengubah rutinitas itu sama saja dengan menawar bumi agar berhenti mengedari matahari.             Bukannya tidak mungkin berkomunikasi wajar dengan Abang, hanya saja perlu kesabaran tingkat tinggi yang berbanding terbalik dengan ekspektasi. Dalam tubuh pria 38 tahun itu bersemayam mental anak 4 tahun, demikian menurut para ahli jiwa yang didatangi bunda. Sekalipun Abang pandai menghafal dan bermain angka, ia tidak bisa mengobrolkan makna. Abang gemar mempreteli teve, radio, bahkan mobil, lalu merakitnya lagi lebih baik dari semula. Dia hafal tahun, hari, jam bahkan menit dari banyak peristiwa. Dia menangkap nada dan memainkannya persis sama diatas piano, bahkan lebih sempurna. Namun dia tidak memahami mengapa orang-orang harus pergi bekerja dan mengapa mereka bercita-cita.             Perempuan di pekarangan itu tahu sesuatu yang orang lain tidak. Abang adalah pendengar yang luar biasa. Perempuan itu bisa bebas bercerita masalah percintaannya yang berjubel dan selalu gagal. Tidak seperti kebanyakan orang, Abang tidak berusaha memberikan solusi. Abang menimpali keluh kesahnya dengan menyebutkan daftar album Genesis dan tahun berapa saja terjadi pergantian anggota. Gerutuannya pada kumpulan laki-laki brengsek yang telah menghancurkan hatinya dibalas dengan gumaman simfoni Beethoven dan tangan yang bergerak-gerak memegang ranting kayu bak seorang konduktor. Abang tidak bisa beradu mata lebih dari lima detik, tapi sedetikpun Abang tidak pernah pergi dari sisinya. Ia pun menyadari sesuatu yang orang lain tidak. Laki-laki disampingnya itu bisa jadi sahabat yang luar biasa.             Barangkali segalanya tetap sama jika bunda tidak menemukan surat-surat yang ditulis Abang. Untuk pertama kalinya, anak itu menuliskan sesuatu diluar grup musicart rock atau sejarah music klasik. Ia menuliskan surat cinta. Kumpulan kalimat tak tertata yang bercampur dengan menu makanan Dobi, blasteran Doberman yang tinggal tunggu ajal. Tapi ibunya tahu itu adalah surat cinta.            Barangkali segalanya tetap sama jika adik Abang, anak bungsu bunda tidak kembali dari merantau panjang diluar negeri. Sang adik kata orang-orang, adalah hadiah dari Tuhan untuk ketabahan Bunda yang cepat menjanda, disusul musibah yang menimpa anak pertamanya, seorang gadis yang bahkan tak sempat lulus SD, yang meninggal karena penyakit langka dan tak ada obatnya, lalu anak keduanya, Abang, mengidap autis pada saat dunia kedokteran masih awam soal autisme sehingga tak pernah tertangani dengan baik. Anak bungsunya, yang juga laki-laki, menurut orang-orang adalah figur sempurna. Ia pintar, normal, dan fisiknya menarik. Ia hanya tak pernah dirumah karena sedari remaja meninggalkan Indonesia demi bersekolah.             Barangkali sang adik tetap menjadi figur yang sempurna jika saja ia tidak memacari perempuan satu-satunya yang dikirimi surat cinta oleh kakaknya. Bunda tahu, secerek air panas dan cucian berwarna seragam sudah resmi bergandengan dengan rutinitas lain, perempuan itu. Dan bagi Abang, rutinitas itu bukan sekedar hobi, melainkan eksistensi.             Pertama kali Bunda mengetahui si bungsu dan perempuan itu berpacaran. Bunda langsung mengadakan pertemuan empat mata. Ia memilih perempuan itu untuk diajak bicara pertama karena dipikirnya akan lebih mudah.             “Bagi kamu pasti ini terdengar aneh. Mereka dua-duanya anak Bunda. Tapi kalau ditanya, siapa yang bisa mencintai kamu paling tulus, Bunda akan menjagokan Abang.”             Perempuan itu terhenyak. Apa-apaan ini? Pikirnya gusar. Jangan pernah bermimpi dia akan memilih manusia satu itu untuk dijadikan pacar. Jelas tidak mungkin.             Bunda melanjutkan dengan suara tertahan, “Dia mencintai bukan Cuma dengan hati. Tapi seluruh jiwanya. Bukan basa-basi surat cinta, bukan Cuma rayuan gombal, tapi fakta. Adiknya bisa cinta sama kamu, tapi kalau kalian putus, dia dengan gampang cari lagi. Tapi Abang tidak mungkin cari yang lain. Dia cinta sama kamu tanpa pilihan. Seumur hidupnya.”             “Tapi.. Bunda bukan malaikat yang bisa baca pikiran orang. Bunda tidak bisa bilang siapa yang lebih sayang sama saya. Tidak akan pernah ada yang tahu.” Lanjut perempuan itu.             Saat itu Bunda berkaca-kaca. Begitu juga dengan matanya. Tak lama mereka menangis berdua. Namun ia tahu perbedaan dirinya dengan Bunda. Bagi perempuan itu. Cinta tanpa pilihan adalah penjara. Ia ingin cintanya dipilih dari sekian banyak pilihan. Bukan karena ia satu-satunya pilihan yang ada.             Masih sambil berbaring, dengan punggung tangannya perempuan itu mengusap-usap rumput. Lengannya bergerak lambat dan gemulai seolah nenarikan tarian perpisahan. Ini akan menjadi malam minggu terakhirnya dipekarangan serapi lapangan golf. Semalam mereka bicara bertiga. Dia, Bunda, dan si bungsu. “Dia tidak bodoh.”“Bunda, saya tahu dia tidak bodoh.”“Dia akan segera tahu kalian akan berpacaran.”“Mami, lebih baik dia tahu sekarang daripada nanti setelah kami menikah.”Bunda menggelengkan kepala dengan tatapan tak percaya, “Bagi Abangmu, apa bedanya sekarang dan nanti?”“Kami tidak mungkin sembunyi-sembunyi seumur hidup!” Anak laki-lakinya setengah berseru.“Kalau perlu kalian harus sembunyi-sembunyi seumur hidup!” balas Bunda lebih tegas“Ini tidak adil, ini tidak masuk akal...” protes anaknya lagi.“Jangan bicara soal adil dan masuk akal. Aturan kamu, aturan kita. Tidak berlaku bagi dia....” desis Bunda. “Kamu tidak tinggal dirumah ini. Kamu tidak mengenalnya seperti Mami.             Satu hari, pernah ada anak kos yang jahil. Dia menyembunyikan satu dari seratus sabun koleksi Abang. Bunda sedang pergi ke pasar waktu. Abang mengacak-acak satu rumah, lalu pergi minggat demi mencari sebatang sabunnya yang hilang. Tiga mobil polisi menelusuri kota mencari jejaknya. Baru sore hari ia ditemukan disebuah warung. Ada sabun yang persis sama dipajang di etalase dan Abang langsung menyerbu masuk untuk mengambil. Penjaga warung menelepon polisi karena tidak berani mengusir sendiri.             Kejadian itu mengharuskan Abang diterapi selama beberapa bulan di rumah sakit dan diberi obat-obat penenang, Bunda tahu betapa anaknya membenci rumah sakit, dan obat-obatan itu hanya membuat otaknya rapuh. Tak ada yang memahami bahwa seratus sabun adalah syarat bagi anaknya untuk beroleh hidup yang wajar.             “Kamu harus kemari setiap malam minggu. Tidak bisa tidak,” kata Bunda pada perempuan itu. “Dan selama kalian dirumah ini, kalian tidak boleh keliatan seperti kekasih. Buat kalian mungkin tidak masuk akal. Tapi hanya dengan begitu Abangmu bisa bertahan.”            Selepas berbicara dengan Bunda, mereka berbicara berdua. Mereka sepakat untuk selama-lamanya pergi dari rumah itu. Tidak mungkin mereka terpenjara setiap minggu disana. Mereka menolak menjadi bagian dari ritual menjerang air, cuci baju, dan seratus sabun.            Di pekarangan dengan tinggi rumput seragam, perempuan itu mengucapkan selamat tinggal di dalam hati. Persahabatan yang luar biasa ternyata mensyaratkan pengorbanan diluar kesanggupannya. Perempuan itu mengucap maaf berulang kali dalam hati.            Sejenak lagi, malam minggu terakhir mereka usai. Bunda menangisi setiap malam minggu. Tidak pakai air mata karena ia tidak punya cukup waktu. Ia menangis cukup dalam hati.            Semua anak kos kini menyingkir jika malam minggu tiba. Mereka tidak tahan mendengar suara lolongan, barang-barang yang diberantaki, dan seorang yang hilir mudik gelisah mengucap satu nama seperti mantra. Menanyakan keberadaannya.            Kalau beruntung, Abang akhirnya kelelahan sendiri lalu tertidur dipangkuan ibunya. Kalau tidak, sang ibu terpaksa menutup hari anaknya dengan obat penenang.            Pada setiap penghujung malam minggu, Bunda bersandar kelelahan dengan bulir-bulir besar peluh membasahi wajah, anaknya yang berbadan dua kali lebih besar tertidur memeluk kakinya erat-erat. Selain dengkuran dan napas anaknya yang memburu, tidak ada suara lain di rumah besar itu. Semua pergi. Dobi telah mati.            Bunda tak bisa dan tak perlu mengutuk siapa-siapa. Mereka tidak paham dahsyatnya api akan mengobarkannya dengan sembrono. Mereka yang tidak paham energi cinta akan meledakkannya dengan sia-sia.            Perempuan muda itu benar. Dirinya bukan malaikat yang tahu siapa lebih mencintai siapa dan untuk berapa lama. Tidak penting. Ia sudah tahu. Cintanya adalah paket air mata, keringat, dan dedikasi untuk merangkai jutaan hal kecil agar dunia ini menjadi tempat yang indah dan masuk akal bagi seseorang. Bukan baginya. Cintanya tak punya cukup waktu untuk dirinya sendiri.Tak perlu ada kompetisi disini. 



Ia, dan juga malaikat, tahu siapa juaranya.